Posts about Autisme

  • Golden Period: Kunci Utama untuk Masa Depan Anak yang Cemerlang!

    Golden Period: Kunci Utama untuk Masa Depan Anak yang Cemerlang!

    Masa bayi dan anak-anak adalah periode yang sangat penting dalam kehidupan setiap individu. Salah satu konsep yang sering dibicarakan dalam dunia perkembangan anak adalah Golden Period, atau yang dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai Masa Emas. Golden Period merujuk pada rentang waktu khusus dalam perkembangan seorang anak. Golden Period adalah periode ketika anak sangat reseptif terhadap berbagai jenis rangsangan. Pada masa ini, otak anak berkembang sangat pesat, dan setiap pengalaman yang diterima akan membentuk fondasi kemampuan fisik, mental, serta sosial mereka di masa depan.

    Selama periode ini, fungsi fisik dan psikologis anak-anak menjadi lebih sensitif dan mereka lebih mampu merespons lingkungan. Pada periode ini sangat penting untuk meletakkan dasar-dasar kemampuan kognitif, keterampilan berbahasa, keterampilan motorik, nilai-nilai agama dan perkembangan sosial emosional pada anak.

    Mengapa Golden Period Sangat Penting?

    Di sepanjang kehidupan manusia, perkembangan otak terjadi paling cepat pada usia dini, terutama pada dua tahun pertama. Sekitar 80 % otak anak menjalani pertumbuhan di Golden Period. Golden Period ini adalah masa di mana sel-sel otak (neuron) berhubungan satu sama lain dengan sangat cepat, menciptakan jaringan yang kuat untuk mendukung kemampuan belajar, berbicara, berpikir, dan berinteraksi dengan dunia sekitar.

    Pada masa ini, pengalaman yang diperoleh anak, baik yang positif maupun negatif dapat memengaruhi cara mereka berpikir, berperilaku, dan berinteraksi sepanjang hidup mereka. Penelitian menunjukkan bahwa stimulasi yang diberikan pada usia dini dapat meningkatkan perkembangan kognitif, kemampuan bahasa, serta keterampilan sosial anak.

    Pada Usia Berapa Golden Period Terjadi?

    Piramida Usia Golden Period Anak. Foto by kidshubclinic.com

    Golden Period merujuk pada rentang waktu khusus dalam perkembangan seorang anak, yang terjadi pada usia 0-5 tahun.

    Bagaimana Cara Mendukung Golden Period Anak?

    Ilustrasi Interaksi Anak dengan Orang Tua. Foto by istockphoto.com

    ✔ Memberikan Stimulasi yang Tepat

    Pada usia Golden Period, penting untuk memberikan stimulasi yang bervariasi, seperti berbicara dengan anak, membaca buku, bermain, dan memberikan sentuhan fisik yang penuh kasih. Aktivitas ini akan membantu memperkuat koneksi otak yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan motorik halus, bahasa, dan sosial.

    ✔ Membangun Pola Asuh yang Positif

    Interaksi yang hangat dan penuh perhatian antara orang tua dan anak, seperti kontak mata, pelukan, dan dukungan emosional, sangat bermanfaat. Anak-anak yang merasa aman dan dicintai memiliki pondasi yang lebih kuat dalam menghadapi tantangan di kemudian hari. Kepedulian dan penghargaan berupa pujian yang diberikan untuk anak akan meningkatkan kepercayaan diri dan kecerdasan anak.

    ✔ Memfokuskan Anak

    Parents bisa memfokuskan keahlian anak, contohnya apabila anak hobi membaca, berikan kepada anak buku cerita berwarna dan bawa untuk bercerita bersama kita. Bangun rutinitas harian yang menyenangkan, seperti mendongeng sebelum tidur.

    ✔ Pemberian Nutrisi yang Baik

    Nutrisi yang tepat juga berperan sangat penting dalam perkembangan otak anak. Memberikan makanan yang kaya akan vitamin, mineral, dan asam lemak omega 3 akan mendukung pertumbuhan otak yang optimal pada masa Golden Period ini.

    By. Fatimah Zahra

    https://www.shichida.com.au/free-resources/golden-period

    https://www.hepburnadvocate.com.au/story/8254023/what-is-the-golden-period-of-childhood-development

    file:///C:/Users/User/Downloads/admin,+6+(2).pdf 

    file:///C:/Users/User/Downloads/125987011.pdf 
    https://sg.docworkspace.com/d/sIC-P5KKqAZjR4L0G

  • Peran Tidur Dalam Tumbuh Kembang Anak

    Peran Tidur Dalam Tumbuh Kembang Anak

    Tidur adalah waktu pemulihan bagi tubuh anak untuk mengisi ulang dan menyimpan informasi yang telah mereka pelajari sepanjang hari. Tidur yang cukup sangat penting bagi anak, karena tidur berperan vital dalam mendukung perkembangan fisik, kognitif, emosional, dan sosial mereka.

    Menurut Marisa Schlieber dan Jisu Han (2021) tidur memainkan peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor biologis, sosial, dan budaya. Menetapkan kebiasaan tidur yang sehat selama masa kanak-kanak sangat penting untuk perkembangan dan kesejahteraan yang sehat, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Berikut manfaat tidur yang cukup bagi tumbuh kembang anak:

    Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik

    Selama tidur, tubuh anak memproduksi hormon pertumbuhan yang mendukung pertumbuhan tulang, otot, dan jaringan tubuh lainnya. Tidur yang cukup membantu mendukung perkembangan fisik anak yang optimal, termasuk peningkatan berat badan yang sehat dan tinggi badan yang sesuai dengan usia anak. Durasi tidur yang pendek bisa memengaruhi kesehatan fisik anak dengan meningkatkan risiko obesitas dan melemahkan imun tubuh anak sehingga anak lebih mudah terserang berbagai penyakit.

    ✔ Perkembangan Kognitif

    Tidur yang cukup memungkinkan otak untuk menyimpan memori jangka panjang, memperbaiki hubungan antar sel-sel saraf, dan meningkatkan konsentrasi serta kemampuan berpikir kritis keesokan harinya. Anak yang tidur cukup cenderung memiliki kemampuan belajar yang lebih baik, lebih mudah memahami materi yang dipelajari, dan memiliki daya ingat yang lebih kuat. Apabila durasi tidur anak kurang, maka berkurang juga waktu bagi otak untuk menyimpan memori dan memperbaiki antar sel saraf, sehingga daya ingat anak menjadi lebih pendek dan materi pelajaran yang disampaikan akan lebih sulit dipahami.

    ✔ Perkembangan Emosi Sosial dan Perilaku

    Kurang tidur berdampak langsung pada suasana hati dan perilaku anak. Tidur yang cukup membantu anak mengatur suasana hati mereka dengan lebih baik, memfasilitasi kemampuan mereka untuk mengelola stress, meregulasi emosi, serta menjaga kesehatan mental secara keseluruhan. Anak yang tidak cukup tidur lebih mudah marah, gelisah, atau cemas, cenderung mudah kelelahan, mudah tersinggung, rentang fokus pendek, dan kesulitan meregulasi emosi.

    Ilustrasi Remaja Sedang Tidur. Foto by gettyimages.com

    Durasi Tidur yang Tepat Sesuai Usia Anak

    Nah, kira-kira berapa lama ya durasi tidur yang cukup untuk anak? Biasanya, anak yang lebih muda membutuhkan lebih banyak waktu tidur daripada anak yang lebih tua atau orang dewasa, dan jumlah tidur yang dibutuhkan juga menurun seiring bertambahnya usia anak. Berikut durasi tidur yang tepat untuk anak sesuai dengan usianya:

    • Bayi Baru Lahir (0-3 bulan): 14-17 jam
    • Bayi (4-12 bulan): 12-15 jam
    • Balita (1-3 tahun): 11-14 jam
    • Anak Prasekolah (3-5 tahun): 10-13 jam
    • Anak Usia Sekolah (6-13 tahun): 9-12 jam
    • Remaja (14-17 tahun): 8-10 jam

    Sebagai orang tua, penting untuk menyadari tanda-tanda kurang tidur pada anak. Tanda-tanda tersebut meliputi kesulitan tidur, sering terbangun di malam hari, kelelahan di siang hari, mudah tersinggung, dan masalah perilaku. Jika Parents khawatir tentang kebiasaan tidur anak Parents, segera diskusikan hal tersebut pada ahli terkait. Mereka dapat menilai pola tidur anak dan memberikan panduan tentang cara membangun rutinitas tidur yang sehat.

    Memprioritaskan tidur merupakan aspek penting dalam meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan anak secara keseluruhan. Dengan menciptakan kebiasaan tidur yang sehat dan memastikan anak Parents mendapatkan istirahat yang dibutuhkan, Parents mempersiapkan mereka untuk meraih kesuksesan di semua aspek kehidupan anak.

    Jika Parents memiliki keluhan serius terhadap waktu tidur Si Kecil, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan Tim Ahli Tumbuh Kembang Anak di Kids Hub Clinic (Click Here)

    By. Fatimah Zahra

    SOURCE:

    Marisa Schlieber & Jisu Han. (2021). The Role of Sleep in Young Children’s Development: A Review. The Journal of Genetic Psychology. Hal. 1-9
    https://wohum.org/the-importance-of-sleep-for-childrens-mental-health-amp-well-being/?gad_source=1&gclid=CjwKCAiAn9a9BhBtEiwAbKg6fh_5MBiMWdv2Z4sxR9EDZIyAjjU1_iWdgvSvFdlaRWRszGdalULawxoCPfsQAvD_BwE. Diakses pada 04 Maret 2025

  • Usia Berapa Seharusnya Anak Bisa Berbicara?

    Usia Berapa Seharusnya Anak Bisa Berbicara?

    Perkembangan bahasa adalah proses perjalanan anak untuk memahami, menginterpretasikan, dan menghasilkan bahasa secara bertahap, yang terjadi sejak lahir hingga dewasa. Menurut Erisa Kurniati (2017) perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak adalah salah satu aspek penting dalam tahapan perkembangan mereka. Oleh karena itu, hal ini harus mendapat perhatian khusus dari para pendidik maupun orang tua.

    Ilustrasi Anak Belajar Memahami Bahasa. Foto by istockphoto.com

    Perkembangan bahasa anak berawal dari bahasa yang sederhana menuju bahasa yang kompleks. Bayi mulai berkomunikasi tanpa bahasa, seperti lewat tangisan dan teriakan. Baru setelah umur 4 bulan anak mulai bisa membaca bibir Parents dan mencoba membedakan suara bahasa. 

    Lalu, kira-kira pada usia berapa ya anak mulai bisa berbicara? Berikut tahapan perkembangan bahasa yang ditunjukkan oleh Si kecil:

    Usia 0-6 Bulan:

    • Menoleh ke arah suara, misalnya ke arah mainan favorit seperti kerincingan atau orang yang sedang berbicara.
    • Terkejut oleh suara keras.
    • Memperhatikan wajah dan menatap mata saat diajak berbicara.
    • Membuat suara sendiri, seperti mengoceh “Ah”, “Oh”, atau “Uh” (Cooing), suara yang dibuat oleh bayi saat mereka bermain dengan air liur atau saat mereka mengeluarkan suara kecil dari tenggorokan (Gurgling), dan berceloteh “Ma-ma-ma” atau “Da-da” (Babbling).
    • Mengenali suara orang atau benda yang familiar.
    • Tersenyum dan tertawa saat orang lain tersenyum dan tertawa.
    • Mengeluarkan suara untuk menarik perhatian.
    • Memiliki tangisan yang berbeda untuk kebutuhan yang berbeda. Misalnya, satu tangisan untuk lapar, tangisan lain ketika mereka lelah.
    • Mengeluarkan suara saat ada yang berbicara kepada mereka. 

    Usia 6-12 Bulan:

    • Mendengarkan dengan saksama dan menoleh ke arah seseorang yang berbicara di sisi lain ruangan.
    • Melihat saat diajak bicara dan ketika namanya dipanggil.
    • Berceloteh dengan rangkaian suara, seperti ‘na-na’ dan ‘go-go’.
    • Mengeluarkan suara, menunjuk, dan melihat untuk mendapatkan perhatian.
    • Mulai memahami kata-kata seperti ‘dadah’ dan ‘atas’, terutama ketika diberikan contoh menggunakan gerakan juga. 
    • Mulai mengenali beberapa kata yang sudah familiar, misalnya “Papa”, “Susu”.
    • Tersenyum kepada orang yang tersenyum kepadanya.
    • Menikmati lagu dan sajak berirama serta merasa senang ketika dinyanyikan.
    • Bergantian dalam ‘percakapan’ di mana ketika diajak bicara dan anak berceloteh kembali kepada lawan bicara.
    • Menoleh untuk melihat ke arah yang ditunjuk saat ditunjukkan sesuatu dan diinstruksikan “Lihat”.
    • Menikmati permainan menyenangkan (misalnya, Cilukba) dan memberi tahu jika mereka ingin bermain lagi jika permainan berhenti.
    • Mulai mengucapkan satu atau dua kata yang dapat dikenali, misalnya “Mama”, meskipun pengucapannya belum terlalu jelas.

    Usia 12-18 Bulan:

    • Menikmati mendengarkan musik dan bernyanyi, serta terkadang menggerakkan tubuh mereka untuk ‘menari’ mengikuti musik.
    • Menyukai melihat buku bergambar sederhana bersama orang dewasa.
    • Memahami lebih banyak kata daripada yang bisa mereka ucapkan, termasuk nama benda sehari-hari seperti perabotan, pakaian, dan bagian tubuh.
    • Mengerti beberapa pertanyaan dan instruksi sederhana seperti “Di mana boneka beruang?” dan “Cium Mama”.
    • Dapat mengucapkan hingga 20 kata tunggal (seperti “Gelas”, “Papa”, “Kucing”) untuk meminta sesuatu atau menunjukkan apa yang mereka lihat, meskipun pengucapannya mungkin belum terlalu jelas.
    • Sering berceloteh dan menggunakan kata-kata tunggal saat bermain. 
    • Meniru banyak hal yang dikatakan atau dilakukan orang dewasa, seperti mengucapkan “Hai”, melambaikan tangan untuk mengucapkan selamat tinggal, atau bertepuk tangan.
    • Menikmati permainan pura-pura sederhana, seperti memberi minum pada boneka atau berpura-pura berbicara di telepon.
    • Mencari perhatian untuk menunjukkan sesuatu atau meminta sesuatu dengan menunjuk, melakukan gerakan, atau menggunakan kata-kata.
    • Mulai menjadi lebih mandiri, meskipun masih suka berada dekat dengan orang terdekat.

    Usia 18-24 Bulan:

    • Dapat berkonsentrasi lebih lama pada aktivitas mereka sendiri, seperti bermain dengan mainan yang mereka sukai.
    • Duduk dan mendengarkan cerita sederhana dengan gambar.
    • Memahami setidaknya 200 kata.
    • Memahami lebih banyak pertanyaan dan instruksi sederhana. Misalnya, “Di mana sepatumu?” dan “Tunjukkan hidungmu”.
    • Memahami kata kerja sederhana (misalnya, “Cium boneka” atau “Ayah tidur”).
    • Sering meniru suara dan kata-kata.
    • Dapat mengucapkan 50 kata atau lebih, meskipun banyak yang masih belum jelas.
    • Mulai merangkai kalimat pendek dengan 2-3 kata, seperti “Mau susu” atau “Dadah Ayah”.
    • Mulai bertanya, seperti “Itu apa?” atau “Mau ke mana?”.
    • Menirukan suara hewan yang dikenal, misalnya “Moo” untuk sapi.
    • Menikmati bermain pura-pura dengan mainan mereka, seperti memberi makan boneka beruang.
    • Mencoba hal-hal baru dan mengeksplorasi dunia di sekitar mereka dengan lebih aktif. Mereka sering memilih aktivitas sendiri dan mungkin tidak selalu suka diberi tahu apa yang harus dilakukan.
    • Menggunakan lebih sedikit variasi suara dalam kata-kata mereka. Anak-anak masih sering salah dalam mengucapkan kata-kata pada tahap ini. Keluarga biasanya dapat memahami sekitar setengah dari apa yang mereka katakan. Kadang merasa frustrasi jika orang tidak mengerti apa yang mereka ucapkan.

    Usia 2-3 Tahun:

    • Mendengarkan dan memahami cerita sederhana dengan gambar, meskipun mereka masih mudah teralihkan perhatiannya.
    • Memahami instruksi yang lebih panjang, seperti “Taruh cangkir Ayah di meja”.
    • Memahami pertanyaan sederhana seperti “Siapa”, “Apa”, dan “Di mana”.
    • Memahami kata “Besar” dan “Kecil”.
    • Memahami banyak kata, setidaknya 300.
    • Mulai merangkai 4 atau 5 kata untuk membentuk kalimat pendek, seperti “Aku mau tambah kerupuk” atau “Kakak ambil bolaku”.
    • Sering bertanya banyak hal. Mereka ingin mengetahui nama benda dan belajar kata-kata baru.
    • Menggunakan kata kerja seperti “Lompat” dan “Jatuh” selain kata benda.
    • Mulai tertarik dengan permainan anak-anak lain dan ingin ikut serta.
    • Terkadang terdengar seperti gagap atau terbata-bata. Biasanya, mereka sedang berusaha menyampaikan ide, tetapi belum menemukan cara yang tepat untuk mengatakannya. Ini adalah tahap yang normal, tetapi jika berlangsung lebih dari beberapa bulan, mungkin perlu mencari saran lebih lanjut. 
    • Mulai berbicara tentang diri mereka sendiri, misalnya mengatakan apa yang mereka suka dan tidak suka.
    • Dapat menjawab pertanyaan sederhana tentang benda, misalnya “Yang mana yang kita pakai untuk makan?”.

    Usia 3 – 4 Tahun:

    • Berbicara tentang masa depan dan masa lalu. Misalnya, “Aku besok berenang” atau “Aku melompat turun”. Kalimat mereka belum seperti orang dewasa, jadi mereka mungkin masih membuat kesalahan.
    • Menjawab pertanyaan pemecahan masalah sederhana, misalnya “Apa yang kamu lakukan saat lapar/dingin?”.
    • Menceritakan kisah pendek tentang sesuatu yang mereka lihat atau alami. Misalnya, “Bolanya jatuh ke seberang pagar.”
    • Menikmati permainan pura-pura dan mulai bermain secara kooperatif dengan orang lain.
    • Mulai menyukai lelucon sederhana, meskipun mereka mungkin belum sepenuhnya memahaminya.
    • Memulai percakapan dengan orang lain.
    • Menggunakan kata-kata daripada tindakan untuk berdebat.
    • Bertanya banyak pertanyaan menggunakan kata-kata seperti “Apa”, “Di mana”, dan “Mengapa”.
    • Berbicara dengan cukup lancar.

    Usia 4 – 5 Tahun:

    • Memilih teman bermain sendiri dan bermain peran, seperti berpura-pura menjadi Spiderman atau Princess Elsa.
    • Bergiliran dalam percakapan yang lebih panjang dan tetap berada dalam topik yang sama.
    • Memahami kata-kata seperti “Pertama” dan “Lalu” dalam sebuah kalimat. Misalnya, “Pertama kita pergi ke toko, lalu kita bermain di taman”.
    • Memahami kata-kata yang menggambarkan posisi benda.
    • Menggunakan kalimat yang panjang dan detail. 
    • Berbicara tentang hal-hal yang sudah terjadi atau akan terjadi di masa depan. Misalnya, “Kemarin aku pergi ke Mall”.
    • Mengucapkan sebagian besar kata dengan jelas saat berbicara 
    • Berbicara dengan cukup lancar. 
    Ilustrasi Ibu Mengajak Anak Berbicara. Foto by istockphoto.com

    Perkembangan bahasa sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti interaksi dengan orang tua dan lingkungan sekitar, pendengaran yang sehat, serta kesempatan untuk mendengar dan berlatih berbicara. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan bahasa adalah aspek yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak, karena bahasa adalah alat utama untuk berpikir, belajar, dan berinteraksi dengan dunia.

    Jika Parents memiliki keluhan serius terhadap perkembangan bahasa Si Kecil, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan Tim Ahli Tumbuh Kembang Anak di Kids Hub Clinic (Click Here)

    By. Fatimah Zahra, Jibril Rahma W.

    SOURCE:

    Kurniati, Erisa. (2017). Perkembangan Bahasa Pada Anak Dalam Psikologi Serta Implikasinya Dalam Pembelajaran. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 17 (3). Hal. 48.

    Neil, I Gede. (2013). Perkembangan Bahasa Anak 0-3 Tahun Dalam Keluarga. Jurnal Linguistik September. 20 (39). Hal. 96
    Speech and Language UK. Diakses pada 12 Februari 2025 dari https://speechandlanguage.org.uk/help-for-families/ages-and-stages/18-24-months/

  • Keseruan Sensory Playdate: Unlock Potential Thrive Together

    Keseruan Sensory Playdate: Unlock Potential Thrive Together

    Kids Hub Child Development Clinic, salah satu klinik tumbuh kembang anak di Jakarta Timur, tepatnya di Ruko Cleon Park Jakarta Garden City, mengadakan kegiatan Sensory Playdate untuk anak-anak usia 2-5 tahun pada Sabtu (08/2), dengan tujuan untuk merangsang kreativitas dan perkembangan keterampilan motorik anak melalui berbagai permainan sensorik yang menyenangkan.

    Kegiatan Mencari Bentuk Buah di Atas Daun Teh Kering. Foto by kidshubclinic.com

    Kegiatan yang dihadiri oleh 8 anak-anak dan masing-masing orangtua ini menawarkan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk melibatkan indera anak secara aktif. Kegiatan pada Sensory Playdate ini memiliki variasi aktivitas fisik yang menyesuaikan usia dan tingkat kemampuan anak, dari bermain mencari bentuk buah di dalam air bersuhu dingin, mencari bentuk hewan dan alat transportasi di tumpukan daun teh kering dan pasir kinetik, hingga bermain melewati halang rintang dan melukis di atas kanvas menggunakan cat akrilik. Setiap aktivitas pada kegiatan Sensory Playdate dirancang untuk merangsang perabaan, penglihatan, perasaan, kemampuan motorik halus dan motorik kasar anak.


    Menurut Miss Jibril, Terapis Sensori Integrasi dan Terapi Okupasi yang memandu pada kegiatan tersebut, Sensory Playdate memiliki banyak manfaat, “Melalui aktivitas Sensory Playdate, anak akan mendapatkan stimulasi multisensorik, melatih kemampuan bersosialisasi anak dengan bertemu dan bermain bersama teman baru, mengeksplorasi kreativitas, mengembangkan kepercayaan diri anak, melatih koordinasi gerak, meningkatkan kemampuan gross motor dan fine motor, dan juga sebagai wadah  quality time bersama keluarga”.

    Kegiatan Melukis di Atas Kanvas. Foto by kidshubclinic.com

    Selama kegiatan berlangsung, orangtua juga dilibatkan dalam proses bermain, di mana mereka dapat mengawasi dan membantu anak-anak mereka menyelesaikan tantangan yang disediakan, seperti membantu anak melompati rintangan, menyusun puzzle, dan bermain cat warna untuk melukis berbagai bentuk bangun datar di atas kanvas. Hal ini juga menjadi kesempatan bagi orangtua untuk lebih memahami tahap perkembangan anak mereka.

    Sensory Playdate di Kids Hub Clinic tidak hanya menyuguhkan kegiatan yang menyenangkan, tetapi juga memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk belajar melalui eksplorasi dan eksperimen. Kegiatan ini menjadi pilihan yang tepat untuk membantu optimalisasi tumbuh kembang anak dengan cara yang menyenangkan dan edukatif. Kids Hub Clinic berharap dengan adanya kegiatan Sensory Playdate ini dapat memberikan pengalaman positif bagi anak-anak, sekaligus memberi wawasan kepada orangtua tentang pentingnya stimulasi yang tepat bagi perkembangan anak usia dini.

    Untuk melihat keseruan Sensory Playdate periode Februari 2025, silakan kunjungi postingan video reels ini (click here) dan postingan foto ini (click here).

    by. Fatimah Zahra

  • Anak Suka Mengurutkan Mainan Apakah Tanda Autisme? Eitss, Cek Dulu Yuk Perilaku Lain yang Anak Tunjukkan

    Anak Suka Mengurutkan Mainan Apakah Tanda Autisme? Eitss, Cek Dulu Yuk Perilaku Lain yang Anak Tunjukkan

    Parents mungkin sering melihat Si Kecil sedang asyik bermain menyusun dan mengurutkan mainan, serta membariskan atau membuat pola lainnya. Namun, hal tersebut perlu diperhatikan lebih dalam. Apakah Si Kecil hanya sekadar ingin mengelompokkan mainannya, atau justru perilaku tersebut merupakan tanda dari kondisi autisme?

    Ilustrasi anak membariskan mainan. Foto by Canva

    Mengurutkan mainan bukanlah ciri-ciri mutlak anak dengan kondisi autis, lho, Parents. Pada dasarnya, anak suka mengurutkan mainan adalah hal yang normal. Mengurutkan mainan merupakan bagian dari tahapan eksplorasi kemampuan kognitif anak dalam mengenal bentuk, urutan, warna, dan jarak. Selain itu, dengan mengurutkan mainan dapat memberikan sensasi calming karena adanya repetisi atau pola pengulangan yang dapat diprediksi sehingga dapat memberikan rasa kontrol terhadap sekitarnya. 

    Namun, bisa saja menjadi masalah ketika anak hanya bermain mengurutkan mainannya saja secara berulang tanpa mengetahui konsep bagaimana cara menggunakan mainan tersebut seperti pada umumnya. Contohnya, saat anak bermain mobil-mobilan, anak tidak pernah menunjukkan role play memainkan mobil-mobilan tersebut dengan mendorongnya berjalan ke suatu tempat, melainkan hanya terobsesi mengurutkannya saja atau memutar-mutar bagian rodanya saja. Maka dari itu, Parents perlu cek perilaku lain yang ditunjukkan oleh si kecil di rumah.

    American Psychiatric Association dalam bukunya yang berjudul DSM-V mengemukakan, terdapat 3 ciri utama Autisme, sebagai berikut:

    1. Kesulitan dalam Komunikasi Sosial
    Ilustrasi anak dengan gangguan bicara. Foto: kayrossconsulting.com

    Anak dengan autisme sering mengalami kesulitan berkomunikasi karena mereka mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa. Menurut Norlita, dkk (2021) bahasa adalah alat komunikasi yang paling penting. Jika perkembangan bahasa terganggu, kemampuan berkomunikasi juga terganggu. Beberapa anak dengan autisme mungkin kesulitan memahami ekspresi wajah, nada suara, atau bahasa tubuh orang lain. Mereka juga kesulitan dalam memulai atau mempertahankan percakapan.

    2. Kesulitan dalam Interaksi Sosial

    Ilustrasi gambar anak tidak kontak mata dengan lawan bicara. Foto: RRI.co.i

    Penderita autisme seringkali menunjukkan minat yang terbatas dalam membentuk hubungan sosial. Mereka mungkin tidak tertarik bermain bersama teman sebaya, atau tidak merespons dengan cara yang diharapkan saat berinteraksi dengan orang lain seperti, tidak ada kontak mata, kurang ekspresif, tidak memberi feedback pada lawan bicara, tidak menoleh ketika nama dipanggil. Bahkan, beberapa mungkin lebih memilih untuk menyendiri atau tidak tertarik pada kegiatan kelompok.

    3. Pola Perilaku, Minat, atau Aktivitas yang Terbatas dan Berulang

    Ilustrasi anak menutup kuping karena mendengar suara terlalu keras. Foto: istockphoto.com

    Anak atau individu dengan autisme sering menunjukkan perilaku yang berulang atau biasa disebut stimming, seperti bertepuk tangan, (hand flapping) mengayunkan tangan, berputar-putar, menjentikkan jari, mengulang perkataan orang lain (echolalia) atau melakukan gerakan tubuh tertentu berulang kali.

    Anak dengan autisme cenderung merasa lebih nyaman dengan rutinitas yang konsisten dan terstruktur. Mereka tidak fleksibel terhadap perubahan mendadak dalam rutinitas atau lingkungan. Hal tersebut bisa membuat mereka merasa cemas, bingung, bahkan marah. Mereka juga bisa memiliki sensitivitas sensori yang sangat tinggi atau sangat rendah seperti, menutup kuping ketika mendengar suara terlalu keras, ketidakpedulian terhadap rasa sakit. 

    Nah, jadi menyusun mainan bukan satu-satunya patokan untuk mendiagnosa apakah anak kita memiliki kondisi autisme atau tidak ya, Parents. 

    Jika dari pengamatan Parents terdapat perilaku seperti ciri-ciri di atas, Parents dapat segera berkonsultasi dengan tim profesional Tumbuh Kembang Anak seperti Psikolog, Dokter, atau Terapis supaya dapat ditindaklanjuti untuk memberikan proses tumbuh kembang yang lebih optimal.

    by. Fatimah Zahra

    Source
    Norlita, dkk. 2021. “Kemampuan Perhatian Anak Autisme Pada Permainan Puzzle Di SLB Melati Rumbai Pekan Baru”. Jurnal Kesehatan As-Shifa, hlm. 20-21.

    American Psychiatric Association. Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disordes DSM-5. 5th ed. Washington, DC London, England, 2013.

  • Hello world!

    Welcome to WordPress. This is your first post. Edit or delete it, then start writing!

  • Lorem ipsum

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis aute irure dolor in reprehenderit in voluptate velit esse cillum dolore eu fugiat nulla pariatur. Excepteur sint occaecat cupidatat non proident, sunt in culpa qui officia deserunt mollit anim id est laborum.

  • Lorem Ipsum

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis aute irure dolor in reprehenderit in voluptate velit esse cillum dolore eu fugiat nulla pariatur. Excepteur sint occaecat cupidatat non proident, sunt in culpa qui officia deserunt mollit anim id est laborum.

  • Lorem Ipsum

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco laboris nisi ut aliquip ex ea commodo consequat. Duis aute irure dolor in reprehenderit in voluptate velit esse cillum dolore eu fugiat nulla pariatur. Excepteur sint occaecat cupidatat non proident, sunt in culpa qui officia deserunt mollit anim id est laborum.